Be a smartuser

Andrean NR

Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 07 Juli 2017

Service Level Agreement dan Operational Level Agreement


1. Service Level Agreement ( SLA )

Definisi SLA(Service Level Agreement)

     SLA (Service Level Agreement) adalah bagian dari perjanjian layanan secara keseluruhan antara 2 dua entitas untuk peningkatan kinerja atau waktu pengiriman yang harus di perbaiki selama masa kontrak. Dua entitas tersebut biasanya dikenal sebagai penyedia layanan dan klien, dan dapat melibatkan perjanjian secara hukum karena melibatkan uang, atau kontrak lebih informal antara unit-unit bisnis internal.

     SLA ini biasanya terdiri dari beberapa bagian yang mendefinisikan tanggung jawab berbagai pihak, dimana layanan tersebut bekerja dan memberikan garansi, dimana jaminan tersebut bagian dari SLA memiliki tingkat harapan yang disepakati, tetapi dalam SLA mungkin terdapat tingkat ketersediaan, kemudahan layanan, kinerja, operasi atau tingkat spesifikasi untuk layanan itu sendiri. Selain itu, Perjanjian Tingkat Layanan akan menentukan target yang ideal, serta minimum yang dapat diterima.

Fungsi SLA(Service Level Agreement)

  • Sebuah alat komunikasi - nilai kesepakatan bukanlah produk akhir saja, proses pembentukan SLA membantu anda membuka komunikasi.
  • Sebuah alat pencegahan konflik – sebuah kesepakatan akan membantu menghindari atau mengurangi perselisihan dengan memberikan pemahaman bersama tentang kebutuhan dan prioritas. Dan jika konflik terjadi, konflik tersebut akan cenderung lebih mudah diselesaikan.
  • Sebuah dokumen “hidup” – ini adalah salah satu manfaat yang paling penting. Perjanjian ini bukanlah dokumen akhir. Tapi sesuai dengan periode dan frekuensi waktu yang telah disepakati, para pihak dalam SLA bisa meninjau kesepakatan untuk menilai kecukupan layanan yang telah diberikan dan menyesuaikan kesepakatan.
  • Sebuah dasar yang obyektif untuk mengukur efektivitas pelayanan – sebuah SLA memastikan bahwa kedua belah pihak menggunakan kriteria yang sama untuk mengevaluasi kualitas layanan.


Unsur-Unsur Dalam SLA(Service Level Agreement)

     Sebelum membuat SLA, terlebih dahulu harus dipahami dahulu tentang unsur- unsur yang terkait SLA yaitu Supplier, Input, Proses, Output, dan Costumer (SIPOC). Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:

  • Supplier merupakan pihak yang memberikan sumber daya kepada organisasi untuk menjalankan proses menghasilkan produk/layanan;
  • Input adalah segala sumber daya yang digunakan dalam proses menghasilkan produk/layanan, meliputi Manusia, Mesin, Metode, Material dan Lingkungan (Mother Nature);
  • Proses merupakan serangkaian aktivitas untuk menghasilkan produk/layanan, meliputi Proses Utama yaitu proses yang dilakukan untuk menghasilkan produk; Proses Pendukung yaitu proses yang dilakukan untuk mendukung proses utama; dan Proses Manajemen yaitu proses yang dilakukan untuk menyempurnakan proses utama;
  • Output adalah berupa produk/layanan yang dihasilkan dari suatu proses; dan
  • Costumer adalah pihak yang menerima/membutuhkan produk/layanan dari suatu organisasi.


Tahapan Membuat SLA(Service Level Agreement)

Untuk membuat SLA yang perlu dipahami adalah tidak semua produk/layanan harus memiliki SLA. Buatlah SLA untuk produk/layanan yang benar-benar critical, dominan terhadap kebutuhan pelanggan.

  1. Menentukan pihak-pihak yang terlibat, karena SLA merupakan kesepakatan antara pelanggan dengan penyedia (supplier).
  2. Menetapkan harapan pelanggan dan syarat-syaratnya
  3. Memetakan proses dan aktivitasnya dalam menyediakan produk/layanan tersebut.
  4. Mengukur waktu yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk/layanan tersebut.
  5. Melakukan negosiasi untuk mendapatkan kesepakatan waktu penyelesaian dari produk/layanan dimaksud.

           
Elemen Utama untuk Penerapan SLA yang Efektif

     Agar efektif, SLA juga harus menggabungkan dua set elemen, yakni unsur layanan dan unsur manajemen.

1. Elemen-Elemen Layanan SLA
  • Layanan yang disediakan
  • Kondisi ketersediaan layanan
  • Standar pelayana, seperti kerangka waktu di mana layanan akan diberikan
  • Tanggung jawab kedua belah pihak
  • Prosedur eskalasi


2. Elemen Manajemen
  • Bagaimana efektivitas layanan akan dilacak
  • Bagaimana informasi tentang efektivitas layanan akan dilaporkan dan ditangani
  • Bagaimana perbedaan pendapat terkait layanan akan diselesaikan
  • Bagaimana para pihak akan meninjau dan merevisi perjanjian

Contoh Kasus :

Contoh sebuah perusahaan layanan internet memberikan SLA 98%, artinya Provider menjamin 98% internet berjalan dengan baik, dan 2% gangguan yang terjadi dianggap wajar apabila terjadi internet terputus, layanan ini terhitung dalam kurun waktu satu bulan.

Dalam 1 hari = 24 jam dan 1 bulan = 30 hari, kewajiban yang harus dibayar pelanggan misalnya Rp 2.000.000

1 bulan = 30 hari x 24 jam 720 jam (Jumlah 720 jam adalah jumlah layanan 100%)

Jika SLA 98% maka 98% x 720 jam = 705,6 jam (Jumlah 705,6 jam adalah waktu yang dijamin oleh Provider internet berjalan dengan baik, sedangkan sisanya 14,4 jam apabila terjadi gangguan atau internet terputus masih dianggap wajar).

Apabila dalam kurun waktu satu bulan terjadi internet down selama 10 jam, maka SLA yang dijanjikan berarti terpenuhi, tetapi apabila internet terputus selama 50 jam dalam satu bulan, berarti sudah melebih dari 14,4 jam yang dianggap wajar.

Biasanya apabila SLA yang telah disepakati tidak terpenuhi, maka pelanggan mendapat pengurangan biaya yang dibebankan, cara menghitungnya sebagai berikut:

Misalkan Internet terputus selama 50 jam / 720 jam = 0,14 x 100 = 14%

Biaya bulanan internet = Rp 2.000.000 / 98 = Rp. 20.408

Rp.20.408 x 14  = Rp. 428.571 (Jumlah yang harus dikembalikan kepada pelanggan)

Jadi Rp. 2.000.000 – Rp. 428.571  = Rp. 1.571.429 (Jumlah yang dibayar oleh pelanggan)

Dengan memahami Pengertian dan Cara Menghitung SLA, maka pelanggan dapat memahami hak layanan yang harus diterima, dan sebagai kewajiban yang harus dipenuhi tingkat layanan yang telah disepakati.

Terkadang jumlah pengembalian yang diberikan tidak sebanding dengan kerugian pelanggan dari matinya internet, oleh karena itu pihak provider diharapkan dapat memenuhi setidaknya dari jumlah SLA yang dijanjikan.



2. Operational Level Agreement

Definisi OLA(Operational Level Agreement)

    OLA(Operational Level Agreement) adalah kontrak yang menentukan bagaimana berbagai kelompok TI dalam perusahaan berencana memberikan layanan atau rangkaian layanan. OLA dirancang untuk mengatasi dan memecahkan masalah TI dengan menetapkan seperangkat kriteria tertentu dan menentukan rangkaian layanan TI tertentu yang masing-masing departemen bertanggung jawab. 

Tujuan OLA(Operational Level Agreement)

OLA bukan pengganti SLA. Tujuan OLA adalah untuk membantu memastikan bahwa kegiatan yang mendasari yang dilakukan oleh sejumlah komponen tim pendukung secara jelas disesuaikan untuk menyediakan SLA yang dimaksud. Jika OLA yang berada di bawah tidak ada, seringkali sangat sulit bagi organisasi untuk kembali dan memberi persetujuan insinyur antara tim pendukung untuk mengirimkan SLA. OLA  harus dilihat sebagai dasar praktik yang baik dan kesepakatanbersama.

Tips Membuat OLA  

  1. Tentukan semua layanan TI yang bertanggung jawab dalam Katalog Layanan.
  2. Sebagai CIO, terlibat dalam proses ini dengan memahami apa yang dibutuhkan masing-masing layanan.
  3. Tentukan pemain kunci (tim jaringan, kelompok server, dll) dan tanggung jawab mereka.
  4. Letakkan setiap harapan kelompok TI untuk mengirimkan setiap layanan.
  5. Datang dengan rencana kontingensi untuk kejadian tak terduga.
  6. Uji dan uji ulang OLAs, dan buat perubahan bila diperlukan. OLAs, seperti SLA, seharusnya tidak statis dan harus memiliki tanggal mulai, tengah dan akhir. 

Perbedaan SLA dan OLA

  • Service Level Agreement berfokus pada bagian layanan dari perjanjian, seperti uptime layanan dan kinerja. Di sisi lain, Perjanjian Tingkat Operasional adalah kesepakatan sehubungan dengan pemeliharaan dan layanan lainnya.
  • Service Level Agreement pada dasarnya adalah kontrak antara penyedia layanan dan pelanggan. OLA adalah kesepakatan antara kelompok pendukung internal sebuah institusi yang mendukung SLA.
  • Saat membandingkan kelompok sasaran, OLA memiliki kelompok sasaran lebih kecil daripada SLA.
  • Berbeda dengan OLA, SLA menghubungkan penyedia layanan ke pelanggan.
  • Perjanjian Tingkat Operasional lebih bersifat teknis daripada Service Level Agreement.

Contoh Kasus

      Hubungan antara instansi pemerintah dan penyedia layanan umumnya menggunakan kontrak perjanjian sebagai dasar kerjasama. Sementara penyelenggaraan layanan TI tidak cukup mengandalkan kontrak, tetapi kesepakatan tingkat layanan (SLA). Padahal keberadaan SLA saja tidak menjamin hubungan yang saling menguntungkan untuk meningkatkan kualitas layanan. Karena SLA harus dikelola dengan baik melalui serangkaian proses yang berkesinambungan. Instansi pemerintah sebagai pengguna tidak memiliki pemahaman yang cukup tentang SLA dan pengelolaannya. Sehingga pengelolaan SLA hanya berjalan sepihak pada penyedia layanan. Akibatnya terjadi ketimpangan karena kepentingan pemerintah tidak mendapat prioritas. Oleh karenanya perlu ditelah mekanisme dan prosedur yang terkait pengembangan dan manajemen SLA. Dalam pengembangan SLA misalnya memperhatikan penerjemahan kebutuhan pengguna, pengukuran fungsi dan proses, pembuatan dokumen dan kontrak, serta evaluasi peningkatan layanan. Sedangkan dalam manajemen SLA perlu memperhatikan bagaimana proses dan pengawasan terhadap SLA dapat dilakukan. Hal ini dapat mengembangkan kerangka pengelolaan SLA agar dapat membantu terlaksana di lapangan. Perubahan tidak dilakukan terhadap proses pengembangan dan manajemen SLA. Tetapi justru membuat kerangka lebih tinggi yang melingkupi proses tersebut.


Referensi
http://shiftindonesia.com/memahami-sla-untuk-mengelola-harapan-pelanggan/
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12530-mengenal-lebih-dekat-sla-service-level-agreement
https://bambangsuhartono.wordpress.com/2013/07/26/pengertian-dan-cara-perhitungan-sla-service-level-agreement/
http://infotamanet.com/pengertian-dan-cara-menghitung-sla/